• Sat. Oct 5th, 2024

SMA Negeri 2 Praya

Official Website

Tauhid Kasih Sayang

ByDian Iskandar Jaelani

Sep 12, 2022

Kita yakin, bahwa kehadiran dan keberadaan Tuhan sudah kita rasakan ketika kita dititipkan ruh oleh Dia. Saat itu Sang Pemilik hanya menitipkan dua ketauhidan yaitu tauhid Kasih dan tauhid Sayang. Dua tauhid inilah yang menjadi ciri khas-Nya ketika Ia memperkenalkan diri-Nya dalam segala waktu dan kondisi. Dengan tauhid kasih, kita akan melihat segala sesuatunya dengan hati dan nurani, bukan dalam nuansa emosi dan hasrat sesaat. Dan dengan tauhid sayang, kita bisa menyelami makna dan kadar dari sebuah empati, bukan dalam warna kelam negative thinking ataupun kebekuan hidayah.

Kita pun percaya, bahwa semua alam ini tercipta dan diciptakan atas fondasi dua tauhid tersebut. Meskipun terkadang Tuhan pernah dan sering muncul dalam ekspresi “wajah” yang lain, tapi itu semua tetap dalam bingkai dua ketauhidan tersebut. Mengapa Ia begitu marah sama fir’aun ataupun namruz, karena mereka berdua sudah mengingkari kesepakatan ketauhidan tersebut. Mereka berdua menjadikan amanah tersebut untuk menjadi tiran bagi sesama, tanpa pernah memberikan ruang dialog dalam kalbunya untuk kehadiran sekelebatan hidayah; Dan mengapa juga Ia begitu geregetan dengan qarun, karena ia sudah memonopoli dan mengakuisisi sebuah nikmat (apalagi banyak) tanpa mau untuk berbagi dengan yang membutuhkan. Padahal kalau mau melihat dan merasakan dengan jernih, Zat yang telah memberikan segala-galanya ini tidak akan pernah dan sekali-kali kurang suatu apapun, meski hanya sekecil atom. Dia begitu maha memberikan segala-galanya tanpa pernah melihat warna, latar belakang, ideologi dari para ciptaan-Nya. Semuanya terbagi dan terasakan secara adil sesuai dengan intensitas dan entitas dari doa (nurani/insting) dan ikhtiar mereka.

Sejak Adam dan Hawa tercipta, maka sejak itulah tauhid kasih sayang tergelarkan dan diuji pengejawantahannya. Apakah ia hanya semata-mata sebuah romantisme sejarah perjanjian suci ketika ditasbihkan didalam rahim ibu kita, dan kemudian berhenti dan terpendam sampai di situ, ataukah ia akan selalu mengalir dan mengisi lekuk-lekuk sisi luar hingga sisi terdalam dari wadah kemanusiaan-ketuhanan kita. Bukankah Nabi selalu mengingatkan kita “sebaik-baik an naas (pribadi dan kelompok) adalah yang mendatangkan manfaat dari tauhid kasih sayangnya bagi an naas (pribadi dan kelompok) yang lain”.

Mungkin, ada baiknya kita terus belajar dari alam (ayat-ayat kauniyah) untuk lebih mematangkan kedua tauhid ini. Mungkin kita perlu belajar dari keistiqomahan dan ketulusan matahari, bulan, bintang, udara, air, dan tanah dalam berterimakasih kepada Tuhan karena telah dianugerahkan kedua tauhid tersebut.

Wallahu a’lamu bisshawab

Leave a Reply

Your email address will not be published.