• Sat. Oct 5th, 2024

SMA Negeri 2 Praya

Official Website

Langgam Doa

ByDian Iskandar Jaelani

Nov 26, 2021

Siang ini seperti biasa semua muslim yang balig dan berakal serta tidak dalam kondisi terhalang oleh situasi dan kondisi yang dibolehkan dan dibenarkan oleh Agama, diwajibkan untuk menunaikan salat Jumat. Kali ini, karena saya ada kegiatan di tempat kerja, akhirnya memilih masjid yang terdekat untuk menunaikannya.

Sesampainya di masjid yang ternyata sudah dua kali saya singgahi untuk menunaikan ibadah Jumat, saya mengambil saf yang masih lowong agar terpenuhi syarat keutamaan sebuah ibadah. Seperti biasa ritual Jumatan diawali dengan seruan kebesaran Tuhan, persaksian terhadap keberadaan dan keesaan Tuhan dalam segala alam, persaksian terhadap penyampai misi ketuhanan-kemanusiaan Muhammad SAW, ajakan untuk selalu berdoa baik secara formal maupun nonformal, ajakan untuk selalu menargetkan keberhasilan dalam sebuah ikhtiar, kemudian diakhiri dengan seruan kebesaran Tuhan kembali agar manusia sadar sesadar-sadarnya bahwa semua makhluk di alam ini tiada apa-apanya dibandingkan dengan kebesaran dan keagungan Tuhan. Selanjutnya sang pengingat berdiri di atas mimbar dengan memakai dua sesi pencerahan dan penyadaran.

Ada yang unik terjadi pada nuansa harmonisasi komunikasi batin antara jamaah dengan sang pengingat pada paruh sesi dua, di mana kali ini sang pengingat menggunakan langgam Timur Tengah ketika melafalkan doa-doa di tengah sesinya. Saya melihat sebagian besar jamaah terdiam dan tampak terpesona dengan langgam tersebut, sehingga “lupa” untuk meng-aamiiin-kan doa kebersamaan tersebut. Hal ini terasa aneh, karena sependek pengalaman saya, ketika sang pengingat mengajak berdoa, semua jamaah bilang “Aamiiin” sampai doa tersebut tuntas dipanjatkan.

Menarik untuk ditelisik, apakah “keterdiaman” jamaah itu disebabkan oleh keterpesonaan sesaat akan langgam yang dipakai, ataukah ketidakberterimaan jamaah akan sesuatu yang berbeda dibanding tradisi yang dahulu-dahulu, sehingga berdampak pada kesepakatan kolektif yang mewujud dalam aksi diam secara berjamaah?

Tampaknya, sebuah komunitas perlu melaksanakan rihlah pengalaman dengan memperbanyak didatangi dan mendatangi komunal baru. Hal tersebut penting sekali agar holistisitas komunikasi itu benar-benar terjadi dan membumi di setiap petak-petak kemaslahatan. Mengacu kepada kejadian yang tadi, sebenarnya tidak ada yang aneh, karena sang pengingat mengajak jamaahnya untuk berdoa kebaikan bersama, bukan berdoa sendirian.

Lalu, bisa kita bayangkan apa yang terjadi, jika ketaktersambungan komunikasi komunal itu terjadi pada skala, lurah/desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Seperti apa ya warna dan bentuk komunikasi batin negerinya…?

Wallahu A’lamu Bisshawab

Leave a Reply

Your email address will not be published.